Pengertian Korupsi

Sementara secara terminologi korupsi berarti sebagai pemberian dan penerimaan suap. Definisi korupsi ini lebih menekankan pada praktik pemberian suap atau penerimaan suap. David M. Chalmers menguraikan pengertian korupsi sebagai tindakan-tindakan manipulasi dan keputusan mengenai keuangan yang membahayakan ekonomi (financial maniplations and decision injuriouns to the economy are often libeled corrupt). Korupsi tidak hanya terkait dengan penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah, tapi juga oleh pihak swasta dan pejabat-pejabat tanah publik baik politisi, Pegawai Negeri maupun orang-orang dekat mereka yang memperkaya diri dengan cara melanggar hukum.
Sedangkan menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 pengertian korupsi adalah perbuatan melawan
hokum dengan maksud memperkaya diri-sendiri atau orang lain yang dapat
merugikan keuangan atau perekonomian negara. Korupsi sebagai suatu fenomena
sosial bersifat kompleks, sehingga sulit untuk mendefisinikannya secara tepat
tentang ruang lingkup konsep korupsi
Bentuk-Bentuk Korupsi
Korupsi di Indonesia
berkembang secara sistemik, yang berarti tindakan korupsi yang sepertinya sudah
melekat kedalam sistem menjadi bagian dari operasional sehari-hari dan sudah
dianggap lazim serta tidak melanggar apa pun. Misalnya sebuah instansi yang
menerima uang dari rekanan dan kemudian dikelolanya
sebagai dana taktis, entah itu sebagai semacam balas jasa atau apa pun. Kalau mark
up atau proyek fiktif sudah jelas-jelas korupsi, tetapi bagaimana
seandainya itu adalah pemberian biasa sebagai ungkapan terimakasih. Kalau itu
dikategorikan korupsi, maka mungkin semua instansi akan terkena. Dana taktis
sudah merupakan hal yang biasa dan itu salah satu solusi untuk memecahkan
kebuntuan formal. Ada keterbatasan anggaran lalu dicarilah cara untuk
menyelesaikan banyak masalah. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan
suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh
penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi
paling rendah. Hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan
titik terang melihat peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi antar
negara yang tetap rendah. Hal ini juga ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus
korupsi di Indonesia.
Berikut ada macam-macam
bentuk tindakan korupsi yang harus kita ketahui, yaitu:
a. Penyuapan
Penyuapan merupakan sebuah perbuatan
kriminal yang melibatkan sejumlah pemberian kepada seorang dengan sedemikian
rupa sehingga bertentangan dengan tugas dan tanggung jawabnya. Sesuatu yang
diberikan sebagai suap tidak harus berupa uang, tapi bisa berupa barang
berharga, rujukan hak-hak istimewa, keuntungan ataupun janji tindakan, suara
atau pengaruh seseorang dalam sebuah jabatan publik.
b. Penggelapan (embezzlement) dan pemalsuan atau
penggelembungan (froud)
Penggelapan merupakan suatu
bentuk korupsi yang melibatkan pencurian uang, properti, atau barang berharga.
Oleh seseorang yang diberi amanat untuk menjaga dan mengurus uang, properti
atau barang berharga tersebut. Penggelembungan menyatu kepada praktik
penggunaan informasi agar mau mengalihkan harta atau barang secara suka rela.
c. Pemerasan (Extorion)
Pemerasan berarti penggunaan
ancaman kekerasan atau penampilan informasi yang menghancurkan guna membujuk
seseorang agar mau bekerjasama. Dalam hal ini pemangku jabatan dapat menjadi pemeras
atau korban pemerasan.
d.
Nepotisme
(nepotism)
Kata nepotisme berasal dari
kata Latin “nepos” yang berarti “nephew” (keponakan). Nepotisme berarti
memilih keluarga atau teman dekat berdasarkan pertimbagan hubunga, bukan karena
kemamuannya.
Faktor-Faktor
Penyebab Tindakan Korupsi
1. Faktor internal
Adapun faktor internal
seseorang melakukan tindakan korupsi adalah dari dalam diri si pelaku terkait
dengan persepsi terhadap korupsi dan moralitas manapun integrasi moral individu
yang bersangkutan.
Ø
Persepsi
terhadap korupsi
Persoalan bahwa korupsi
adalah sebuah perbuatan kriminal dan kejahatan sebenarnya tidak perlu di
perdebatkan lagi. Meskipun demikian, ada anggapan yang menyatakan bahwa korupsi
bersifat fungsional karena disebut dapat meningkatkan derajat sekonomi
seseorang pendapat yang melihat korupsi bersifat fungsional pada saat sekarang
semakin tidak relevan. Disamping persepsi korupsi yang fungsional tersebut,
tindakan korupsi seringkali disebabkan karena minimnya pengetahuan terhadap
perilaku korupsi.
Ø
Moralitas
dan integritas individu
Persoalan moralitas banyak
dihubungkan dengan pemahaman dan internalisasi nilai-nilai keagamaan pada
seseorang. Pengingkaran terhadap prinsip-prinsip agama ini menjadikan individu
tidak memiliki moralitas. Persoalan integritas pribadi ini sangat penting
karena sebagaimana dikatakan Prof. Taverne, “Berikan aku hakim dan jaksa yang
baik, maka dengan Undang-undang yang buruk pun saya bisa membuat putusan yang
bagus”. Dengan demikian kata orang yang memiliki integrasi akan mengubah sistem
yang buruk menjadi baik, sebaliknya integrasi dan moral yang rendah akan
mengubah sistem yang baik menjadi buruk.
2. Faktor Eksternal
Faktof Eksternal adalah
faktor di luar diri pelaku yang memberi peluang bagi munculnya perilaku korupsi,
faktor-faktor eksternal tersebut adalah:
Ø
Sistem
Hukum
Penyebab korupsi sering
dilihat dari seberapa besar efektifitas sistem hukum untuk mencegahmya. Sistem
hukum yang tidak efektif sangat berpengaruh terhadap munculnya perilaku
korupsi.
Ø
Sistem
Politik
Struktur dan sistem politik
biasanya difahami sebagai proses bagaimana kekuasaan didapatkan dan dijalankan.
Ø
Corporate culture atau Budaya Lembaga
Yang dimaksud denga corporate culture adalah kebiasaan kerja
seluruh perangkat perusahaan atau lembaga baik manajemen maupun seluruh lapisan
karyawan yang dibentuk dan dilakuan serta diterima sebagai standar perilaku
kerja, serta membuat seluruh perangkat terikat terhadap perusahaan atau
lembaga.
Ø
Struktur
dan Sistem Sosial
Semakin memberi peluang untuk
korupsi jika di tingkat masyarakat juga muncul budaya nrimo eweh pekewuh khusus
kasus di Indonesia
Ø
Sistem
Pendidikan
Lembaga pendidikan sebagai
lembaga pencerahan yang mendidik siswa dan mahasiswa untuk lebih kritis, faham
dengan kenyataan, dan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan hidup masih hidup
di pertanyakan
Ø
Sistem
Ekonomi
Persoalan kemiskinan, gaji
yang tidak memadai menjadi faktor yang sangat klasik untuk membenarkan tindakan
korupsi.
Peran
Serta Generasi Muda Dalam Memberantas Korupsi
Pemuda adalah aset jaman yang
paling menentukan kondisi jaman tersebut dimasa depan. Dalam skala yang lebih
kecil, pemuda adalah aset bangsa yang akan menentukan mati atau hidup, maju
atau mundur, jaya atau hancur, sejahtera atau sengsaranya suatu bangsa. Belajar
dari masa lalu, sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan bangsa ini tidak
lepas dari peran kaum muda yang menjadi bagian kekuatan perubahan. Hal ini
membuktikan bahwa pemuda memiliki kekuatan yang luar biasa. Tokoh-tokoh sumpah
pemuda 1928 telah memberikan semangat nasionalisme bahasa, bangsa dan tanah air
yang satu yaitu Indonesia. Peristiwa sumpah pemuda memberikan inspirasi tanpa
batas terhadap gerakan-gerakan perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Semangat
sumpah pemuda telah menggetarkan relung-relung kesadaran generasi muda untuk
bangkit, berjuang dan berperang melawan penjajah Belanda.
Untuk konteks sekarang dan
mungkin masa-masa yang akan datang yang menjadi musuh bersama masyarakat adalah
praktek bernama Korupsi. Fakta bahwa korupsi sudah sedemikian sistemik dan kian
terstruktur sudah tidak terbantahkan lagi. Ada cukup banyak bukti yang bisa
diajukan untuk memperlihatkan bahwa korupsi terjadi dari pagi hingga tengah
malam, dari mulai soal pengurusan akta kelahiran hingga kelak nanti pengurusan
tanah kuburan, dari sektor yang berkaitan dengan kesehatan hingga masalah pendidikan,
dari mulai pedagang kaki lima hingga promosi jabatan untuk menduduki posisi
tertentu di pemerintahan.
Oleh karena itulah, peran
kaum muda sekarang adalah mengikis korupsi sedikit demi sedikit, yang
mudah-mudahan pada waktunya nanti, perbuatan korupsi dapat diberantas dari
negara ini atau sekurang-kurangnya dapat ditekan sampai tingkat serendah
mungkin.
Peranan Pendidikan Anti
Korupsi
Pendidikan adalah salah satu
penuntun generasi muda untuk ke jalan yang benar. Jadi, sistem pendidikan
sangat memengaruhi perilaku generasi muda ke depannya. Termasuk juga pendidikan
anti korupsi dini. Pendidikan, sebagai awal pencetak pemikir besar, termasuk
koruptor sebenarnya merupakan aspek awal yang dapat merubah seseorang menjadi
koruptor atau tidak. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan
masyarakat demokrasi yang madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal
pencegahan korupsi. Salah satu yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus
korupsi ini adalah penerapan anti korupsi dalam pendidikan karakter bangsa di
Indonesia.
Pendidikan anti korupsi
sesungguhnya sangat penting guna mencegah tindak pidana korupsi. Jika KPK dan
beberapa instansi anti korupsi lainnya menangkapi para koruptor, maka
pendidikan anti korupsi juga penting guna mencegah adanya koruptor. Seperti
pentingnya pelajaran akhlak dan moral. Pelajaran akhlak penting guna mencegah
terjadinya kriminalitas. Begitu halnya pendidikan anti korupsi memiliki nilai
penting guna mencegah aksi korupsi. Maka dari itu, sebagai pemelihara bangsa dan
penelur generasi penerus bangsa, sudah pasti lingkungan pendidikan harus mampu
memberikan sumbangsih dalam hal pemberantasan korupsi. Satu hal yang pasti,
korupsi bukanlah selalu terkait dengan korupsi uang. Namun sisi korupsi dapat
merambah dalam segala hal bidang kehidupan. Misalnya tenaga, jasa, materi, dan
sebagainya. Seperti yang dilansir dari program KPK yang akan datang bahwa
pendidikan dan pembudayaan antikorupsi akan masuk ke kurikulum pendidikan dasar
hingga pendidikan tinggi mulai tahun 2012. Pemerintah akan memulai proyek
percontohan pendidikan antikorupsi di pendidikan tinggi. Jika hal tersebut
dapat terealisasi dengan lancar maka masyarakat Indonesia bisa optimis di masa
depan kasus korupsi bisa diminimalisir.
Upaya Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Sejak orde lama hingga orde
reformasi budaya upaya pemberantasan tindak pidana korupsi telah dilakukan,
sejak tahun 1960-an baik dalam bentuk pembentukan komisi-komisi yang bersifat
adhok, kelembagaan yang permanen, maupun melalui penyempurnaan dan pmebentukan
perundang-undangan. Pada masa orde lama di bawah kepemimpinan Soekarno,
tercatat sudah dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi. Namun, ternyata
pemerintah pada waktu setengah hati menjalankannya. Adapun perangkat hukum yang
digunakan adalah undang-undang denan produknya yang diberi nama PARAN (Panitia
Retoaling Aparatur Negara). Badan ini dipimpin oleh AH. Nasution dan dibantu
oleh 2 orang anggota yakni Prof. M. Yamin dan Roeslan Abdul Gani.
Salah satu tugas paran saat
itu adalah agar para pejabat pemerintah dharuskan mengisi formulir yang
disediakan, istilah sekarang mungkin daftar kekayaan pejabat negara. Usaha
PARAN akhirnya mengalami deadlock
karena kebanyakan pejabat berlindung dibalik Presiden. Disisi lain, karena
pergolakan di daerah-daera sedang memanas sehingga tugas PARAN akhirnya
diserahkan kembali pemerintah (Kabinet Juanda). Tahun 1963 melalui keputusan
kembali digalakkan. Nasution yang saat itu menjabat sebagai menkohonkam/Kasab
ditunjuk kembali sebagai ketua dibantu ooleh Woryono Prodjodikusumo. Tugas
mereka lebih berat yaitu meneruskan kasus-kasus korupsi ke meja pengadilan.
Lembaga ini kemudian hari di kenal dengan istilah “Operasi Budhi”. Operasi
Budhi ternyata juga mengalami hambatan.
Tahun 1970, terdorong oleh
ketidakseriusan TPK dalam memberantas korupsi seperti komitemen Soeharto,
mahasiswa dan pelajar melakukan unjuk rasa memprotes keberadaan TPK. Maraknya
gelombang protes dan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa, akhirnya ditanggapi
Soeharto yang membentuk komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang
dianggap bersih dan berwibawa seperti Prof. Johannes, IJ. Kasimo, Mr. Wilopo
dan A. Tjokroaminoto. Tugas mereka yang utama adalah membersihkan antara lain
Departemen Agama, Bulog, CV. Waringin, PT. Mantrust, Telkom, Pertamina, dll.
Pada tahun 1997, awal bencana
krisi ekonomi melanda Asia tak terkecuali Indonesia, bahkan, akibat krisis
tersebut Indonesia merupakan negara yang dinilai paling parah. Jika di
negara-negara lain dalam waktu 4-5 tahun sudah beranjak dari krisis moneter,
tetapi di Indonesia justru krisis berkembang keberbagai dimensi kehidupan.
Dimana-mana terjadi kerusuhan, kriminalitas dan termasuk meningkatnya budaya
korupsi.
Sementara pada tahun 2000-an Komisi
Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia
yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia.
Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dari survei Persepsi Masyarakat Terhadap KPK
dan Korupsi Tahun 2008, didapati bahwa belum terlalu banyak orang yang tahu
bahwa tugas dan wewenang yang diamanahkan kepada KPK bukan hanya tugas yang
terkait dengan penanganan kasus korupsi dan penanganan pengaduan masyarakat.
Hal ini dapat dimaklumi, karena sekalipun telah banyak yang dilakukan oleh KPK
dalam melakukan pencegahan korupsi dan dalam mengkaji sistem administrasi
lembaga negara/pemerintah yang berpotensi korupsi, kegiatan-kegiatan itu
menurut kalangan pers kalah nilai jualnya jika dibandingkan dengan liputan atas
penindakan korupsi. Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian
tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya
koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karenanya ada tiga hal
yang perlu digarisbawahi yaitu mencegah, memberantas, dalam arti menindak
pelaku korupsi, dan
Upaya
Pencegahan Tindak Pidana Korupsi
Banyaknya Pejabat Negara
maupun Pemerintah Daerah yang selalu mengatakan bahwa aturan hukum yang ada jangan di
langar pada saat melaksanakan pekerjaan sehingga nantinya akan tercipta tertib
administrasi, tetapi apa yang telah disampaikan oleh Pejabat tersebut hanya
menjadi “isapan jempol belaka” karena apa yang disampaikan oleh
pemimpin atau kepala daerah tersebut untuk menciptakan tegaknya hukum ternyata
baru sebatas wacana. Padahal
kita tahu bahwa dalam era reformasi saat ini, tegaknya supremasi hukum di Birokrasi Pemerintahan merupakan syarat utama untuk
memberantas korupsi.
Bahwa adapun upaya-upaya yang
harus dilakukan untuk mencegah tindakan korupsi adalah:
1. Melakukan pemilihan wakil
rakyat secara professional, tepat dan cerdas.
2. Menanamkan sikap disiplin dan
kejujuran sejak dini dalam lingkungan keluarga.
3. Diadakannya pendidikan anti
korupsi dilingkungan sekolah mapun perguruan tinggi.
4. Bagi setiap Pejabat Birokrasi
Pemerintah harus melaporkan harta kekayaannya baik bergerak maupun tidak
bergerak pada saat mencalonkan diri, sehingga nantinya bisa di perkirakan
berapa kekayaan yang di miliki oleh seorang pejabat tersebut pada saat telah
berakhirnya masa jabatannya.
5. Memberikan pelajaran atau
sosialisasi secara professional, procedural & berkelanjutan kepada Pemerintah
Daerah ,Pelajar, Mahasiswa & juga masyarakat sipil lainnya tentang Tindak
Pidana Korupsi sehingga mereka mengetahui dan menyadari akan bahaya dari
perbuatan tindak pidana korupsi tersebut.
6. Hukuman pidana bagi pelaku
tindak pidana korupsi diperberat, tidak hanya hukuman pidana yang harus
diberikan namun juga hukuman social.
Dampak Negatif dari Korupsi
1. Terhadap demokrasi
Korupsi
menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good
governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan
umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di
pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban
hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam
pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari
pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat
diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan,
korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti
kepercayaan dan toleransi.
2. Terhadap perekonomian
Korupsi
mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan
membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private,
korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos
manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan
perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi
mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru
muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat
aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos
niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan
yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya
mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi
menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan
mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan
upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek
masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan
lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat
keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga
mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan
tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
3. Terhadap kesejahteraan umum
negara
Korupsi
politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga
negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah
sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi
adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan
besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus
"pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan
besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
Hukum Pidana bagi Seorang
Koruptor
Menurut ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b
UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”), baik pelaku pemberi
maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana.
Pasal 5 UU Tipikor
1)
Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
setiap orang yang:
a)
Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan
maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
atau
b)
Memberi
sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan
dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya.
2)
Bagi
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan
pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 12 UU Tipikor
Dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
a)
Pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya.
b)
Pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan
karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya.
Peringkat
Kasus Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Jaman sekarang, yang namanya
korupsi,kolusi, dan nepotisme adalah barang biasa bagi sebagian besar negara.
Yang namanya korupsi memang sangat sulit dihindari dan dihilangkan seluruhnya.
Hal ini dikarenakan masih ada saja orang-orang bermental tempe yang selalu
mencuri uang yang bukan haknya. Hampir semua negara di dunia ini pasti ada
kasus korupsi, hanya saja besar kecilnya lah yang berbeda masing-masing negara.
Dan dari survey yang dilakukan oleh transparency.org,
sebuah badan independen dari 146 negara, tercatat data 10 besar negara yang
dinyatakan sebagai negara terkorup, 10 negara tersebut adalah:
1. Azerbaijan
2. Bangladesh
3. Bolivia
4. Kamerun
5.
Indonesia
6. Irak
7. Kenya
8. Nigeria
9. Pakistan
10. Rusia
Dari daftar di atas, negara
kita berada di peringkat ke 5 negara terkorup di dunia, namun di tingkat asia
pasifik, negara kita adalah yang terkorup.
berikut adalah 5 besar negara paling korup di Asia-Pasifik :
berikut adalah 5 besar negara paling korup di Asia-Pasifik :
1.
Indonesia
2. Kamboja
3. Vietnam
4. Filipina
5. India
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Makasih.......